Memecah Mitos Karir Complaint Handling Officer

OPINIONCUSTOMER EXPERIENCEBUSINESSBANKINGINNOVATION

Clint Perdana

6/8/202510 min read

Ilustrasi Compliant Handling Officer; Source : DalBro

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

"Terima kasih Bu, mohon ditunggu, investigasi sedang kami jalankan dalam waktu 30 menit kedepan, kami akan pastikan menghubungi ibu segera jika ada hal lain lainnya yang perlu kami konfirmasi terkait transaksi ini. Demikian Bu."

Kalimat resolusi penutup yang cukup familiar di kalangan para nasabah saat melayangkan keluhan ke bank atas kendala yang ditemui di aktivitas transaksinya. Di balik layar telepon atau email tersebut, ada seorang profesional yang tidak hanya mendengarkan, menyelesaikan dan memediasi keluhan, tetapi juga menyimpan potensi besar yang sering kali terabaikan. Dalam hiruk-pikuk dunia bisnis dan korporasi yang selalu mengejar target dan inovasi, ada sekelompok “warrior” yang bekerja di balik layar—mereka adalah para service manager atau complaint handling officer.

Sebagai seorang dengan latar belakang product manager yang masih “hijau” di dunia B2B client service, saya masih terus belajar dan beradaptasi dengan dinamika industri yang terus berubah, menemukan nuansa baru bersama sekelompok tim yang luar biasa dalam kompleksitas hubungan antara client service excellence dan career progression—sebuah puzzle yang bagi saya pribadi belum sepenuhnya terpecahkan.

Namun, ada sebuah narasi “stereotape” yang sering terbisik dari telinga ke telinga tentang profesi complaint handling officer atau juga ada yang menyebut service manager ini: "sekali masuk complaint handling, selamanya terjebak di sana." Benarkah demikian?

Dilema Tersembunyi di Balik Meja Layanan

Sebut saja Bambang, seorang Complaint Handling Officer di sebuah perusahaan jasa besar, yang setiap hari berhadapan dengan kompleksitas permasalahan corporate client. Dari dispute pengiriman barang senilai miliaran rupiah hingga eskalasi sistem yang berdampak pada operating flow si client yang mungkin sebuah perusahaan multinasional. Skill yang dibutuhkan Bambang bukan hanya kemampuan komunikasi, tetapi juga pemahaman mendalam tentang produk, regulasi, manajemen risiko, bahkan aspek legal dan teknologi.

Uniknya, ketika performance review tiba, adakalanya di beberapa desain organisasi, role seperti Bambang dan rekan-rekannya seringkali harus berjuang lebih keras untuk mendapat pengakuan yang sama dengan tim bisnis yang berhasil cross-sell produk, atau product manager yang meluncurkan produk serta fitur baru. Mengapa? Karena kontribusi mereka masih dianggap sebagai "Business as Usual" (BAU)—mengembalikan persepsi “minus” para customer ke “netral” atau bahkan “positif” masih dianggap tugas rutin yang memang sudah seharusnya dilakukan.

Padahal, jika kita telisik lebih dalam, setiap komplain yang diselesaikan dengan baik adalah sebuah retained customer. Setiap eskalasi yang ditangani dengan tepat adalah sebuah crisis yang dihindari. Setiap feedback yang diterjemahkan menjadi insight adalah sebuah improvement opportunity yang teridentifikasi. Namun, semua ini seringkali belum terlihat dalam radar pengukuran performance yang cenderung bias terhadap revenue-generating activities.

Anatomy of Excellence: Skill Set yang Tersembunyi

Mari kita bedah kompetensi seorang Complaint Handling Officer yang sesungguhnya khususnya B2B client handling yang menjadi referensi saya. Mereka bukan sekadar "penerima komplain," tetapi hybrid professional yang menguasai multiple disciplines:

1. Problem Solving & Root Cause Analysis

Kemampuan mengidentifikasi akar masalah dari informasi yang fragmentaris atau tercerai berai (kata si A, kata si B, dan lain-lain), seringkali dengan tekanan waktu yang ketat dan stakeholder yang emosional.

2. Stakeholder Management

Keterampilan mengelola ekspektasi dan komunikasi dengan berbagai pihak—dari client yang frustrasi, internal team yang defensif, hingga multi-level management yang membutuhkan update real-time alias ASAP.

3. Business Process Understanding

Pemahaman end-to-end tentang proses bisnis, contohnya dari onboarding hingga settlement di sektor perbankan, yang memungkinkan mereka mengidentifikasi gap dan inefficiency.

4. Regulatory Compliance

Pengetahuan tentang berbagai regulasi dan SOP yang harus dipenuhi dalam penyelesaian setiap kasus.

5. Data & Documentation Analysis

Kemampuan mengumpulkan, menganalisis, dan mendokumentasikan evidence untuk keperluan investigasi dan reporting.

6. Crisis Communication

Skill berkomunikasi dalam situasi high-pressure dengan tetap menjaga profesionalitas dan empati.

Jika kita lihat dengan kacamata yang jernih, skill set ini sangat valuable dan transferable ke berbagai fungsi strategis lainnya. Pertanyaannya: mengapa hal ini umumnya seringkali belum diakui secara sistematis?

The Art of Smart Working: Investment Strategy yang Cerdas

Salah satu insight yang saya dapatkan dari tim saya yang luar biasa adalah bahwa complaint handling officer yang sukses bukanlah mereka yang bekerja paling keras, tetapi mereka yang bekerja paling cerdas. Ada seni tersendiri dalam menginvestasikan waktu dan energi, yang mungkin merupakan valuable temporary trade-off dari setiap keputusan untuk keluar dari kondisi nyaman yaitu:

1. Quality Overtime Strategy

Bukan semua lembur dianggap sehat dan diciptakan sama. Ada saatnya dimana "staying late" yang efektif dan terukur adalah investment terbaik untuk karir. Misalnya, ketika ada major incident yang melibatkan multiple stakeholder—ini adalah golden opportunity untuk showcase crisis management skill di hadapan management. Seorang officer jeli akan volunteer untuk lead coordination, bukan hanya sebagai executor. Mereka tahu bahwa visibility during crisis adalah career accelerator yang powerful.

2. Case Selection Wisdom

Tidak semua case memiliki learning value yang sama. Officer yang cerdik akan mengidentifikasi kasus-kasus kompleks yang bisa menjadi showcase untuk skill development. Contohnya, ketika ada regulatory issue yang belum pernah dihadapi sebelumnya, mereka akan proaktif deep dive, bahkan mengundang beberapa key contributor unit (termasuk product owner) untuk joint discussion. Hasilnya: mereka menjadi go-to person untuk kasus serupa yang mungkin potensial akan terjadi di masa depan.

3. Documentation as Investment

Setiap case yang diselesaikan adalah aset. Officer yang visioner akan menyusun studi kasus secara komperhensif—tidak hanya untuk sekedar di arsipkan, tetapi sebagai knowledge asset yang bisa di replikasi secara internal sebagai salah satu komponen strategi keberlanjutan customer retention perusahaan.

4. Strategic Networking Through Problem Solving

Ketika handling masalah yang kompleks, mereka tidak hanya solve the problem—tetapi juga build relationship baik secara eksternal maupun internal. Service officer juga dapat bertindak sebagai technical relationship officer/ manager dan menjadi penunjang penting peran account manager (atau relationship manager) di sisi bisnis.

DI sisi internal, misalnya, ketika koordinasi dengan IT atau operation team untuk system issue, mereka tidak hanya report problem tetapi juga memberikan kontribusi konstruktif dari kaca mata pelanggan/ bisnis. Hasilnya: IT team mengenal mereka sebagai "business partner," bukan hanya "complainant."

Breakthrough Career Path: Beyond the Conventional

Kembali ke mitos dan “word of mouth” tentang posisi complaint handling officer adalah “jalan buntu”. Pandangan ini cenderung membuat stigma bahwa siapapun yang masuk dan ke fungsi ini selamanya akan dianggap sebagai batu pondasi—fundamental namun selamanya tidak terlihat. Jugdement ini menurut saya perlu diluruskan dengan sebuah cara pandang yang kritis, logis dan unik.

Sekarang mari kita eksplorasi kemungkinan career path yang tidak konvensional namun sangat masuk akal untuk posisi ini (dalam hal ini saya keluarkan sales dari list karena saya anggap konvensional):

1. Customer Experience (CX) Strategist

Siapa yang lebih memahami pain point customer daripada mereka yang setiap hari mendengar keluhan? Transisi ke role CX Strategy bukan hanya logis, tetapi juga sangat powerful. Mereka memiliki first-hand insight tentang journey map yang sesungguhnya, bukan sekedar asumsi instant yang ada di whiteboard atau Figma di meeting room.

2. Business Process Improvement Specialist

Pengalaman menangani berbagai kegagalan proses memberikan perspektif unik tentang di mana bottleneck terjadi dan bagaimana mengoptimalkannya. Mereka adalah natural fit untuk role continuous Improvement atau Operational Excellence.

3. Risk & Compliance Analyst

Setiap komplain adalah sebuah risk event. Pemahaman tentang pattern, frequency, dan impact dari berbagai jenis risiko operasional menjadikan mereka kandidat untuk fungsi risk management.

4. Product Development Insights Lead

Feedback loop dari complaint handling adalah goldmine untuk product enhancement. Mereka memiliki pemahaman tentang feature gap, usability issue, dan market needs yang belum terpenuhi atau belum tertangkap secara umum.

5. Training & Development Specialist

Pengalaman menjelaskan layanan atau produk dari yang sederhana sampaik kompeks kepada frustrated customers adalah skill komunikasi yang unik. Ditambah dengan pemahaman mendalam tentang pola kesalahan umum atau kekecewaan nasabah yang sering terjadi (common pitfall), mereka bisa menjadi trainer atau fasilitator yang sangat efektif.

6. Digital Transformation Champion

Mereka memiliki basic untuk memahami di mana manual process masih menimbulkan gesekan, di mana automation diperlukan, dan bagaimana teknologi dapat meningkatkan customer experience (CX) secara signifikan.

7. Regulatory Affairs Specialist

Gempuran masalah mendorong mereka untuk understanding secara taktis tentang compliance requirement dari berbagai jurisdiksi, ditambah experience dalam handling regulatory investigation seperti audit internal, menjadikan mereka kandidat natural untuk regulatory affairs role.

The Strategic Repositioning Framework

Lalu bagaimana praktisi complaint handling dapat melakukan career pivoting ke role-role diatas atau role lainnya yang masih relevan secara strategis? Berikut framework yang dapat diterapkan—framework yang saya sendiri masih terus refine berdasarkan pengalaman dan feedback dari berbagai stakeholder:

Fase 1: Find the Pain Points

Kapan terakhir kamu merasa “tidak nyaman” dengan proses, prosedur dan potensi risiko yang dijalankan di tempat kerjamu? Inovasi dimulai dari “ketidakpuasan” dalam arti positif atas kondisi status-quo yang telah dijalankan dalam jangka waktu yang lama, yang akhirnya terbentuk mindset membenarkan yang sudah biasa.

Mulailah merasakan dan mencari sumber permasalahan dari “ketidaknyamanan” sebagai bahan baku inovasi perbaikan kedepannya, karena disinilah persimpangan antara pegawai yang memiliki strategic thinking dengan murni task executor.

Fase 2: Documentation & Quantification

Mulai dokumentasikan setiap case dengan perspective business impact. Berapa cost yang berhasil di-save? Berapa customer yang berhasil di-retain? Pattern apa yang berhasil diidentifikasi? Saya pribadi juga masih belajar bagaimana mengukur intangible impact seperti "reputation protection" yang efektif dan valid.

Fase 3: Cross-Functional Collaboration

Proaktif berkolaborasi dengan team lain. Ketika ada issue yang melibatkan product team, jadilah bridge yang memfasilitasi recovery dan resolusi. Ketika ada inisiatif process improvement, volunteer untuk memberikan input yang konstruktif dan logis dari kacamata customer experience (CX).

Fase 4: Thought Leadership

Mulai share insight melalui internal presentation (focuss group discussion), case study, atau bahkan menulis artikel seperti ini. Posisikan diri kalian sebagai subject matter expert, bukan hanya task executor.

Fase 5: Skill Diversification

Investasikan waktu secara tepat untuk mempelajari tools dan methodology yang relevan dengan target career path. Data analysis, project management, design thinking, atau digital literacy yang saat ini menjadi bahasan utama di balik dinamika kondisi saat ini.

Fase 6: Internal Networking & Mentorship

Build relationship dengan leader di beberapa fungsi yang berbeda (cross-function). Temukan mentor dari orang-orang yang career path-nya inspiratif.

The Hidden Investment Opportunities

Ada beberapa aktivitas "hidden gems" yang sering luput dari radar complaint handling officer di tengah kesibukannya menata karir, dimana menurut beberapa pihak ignorant ini merupakan hal yang penting gak penting, namun menurut saya pribadi ini sangat penting dan bisa menjadi “game changer” yang mungkin akan menjadi stepping stone tidak terduga kedepannya:

1. Regulatory Intelligence Network

Bangun network dengan sesama complaint handling officer, pelaku regulator, auditor, dan compliance officer atau product manager dari perusahaan atau industri lain. Information sharing (yang appropriate) tentang regulatory trend adalah aset yang sangat valuable. Saya masih terus belajar bagaimana balance antara competitive sensitivity dan collaborative intelligence sharing.

2. Industry Forum Participation

Aktif di asosiasi-asosiasi yang terkorelasi dengan industri yang digeluti; contoh fintech forum, atau customer service association, CX forum. Visibility di external forum sering kali lebih impactful daripada internal recognition.

3. Cross-Border Learning

Untuk yang handle international client, manfaatkan jaringan untuk memahami best practice dari aturan hukum yang berbeda-beda. Knowledge tentang "how things work" di negara-negara dengan model bisnis yang kompleks dan unik adalah faktor pembeda yang powerful.

4. Technology Early Adoption

Volunteer jadi beta tester untuk new system atau process. Early adopter status memberikan atau memperkuat kredibilitas sebagai pionir atau agen perubahan.

Organizational Perspective for Creating the Bridge

Dari sisi organisasi, ada opportunity besar untuk menciptakan program pengembangan karir yang sistematis. Penelitian tentang employee engagement menunjukkan bahwa karyawan yang engaged menghasilkan business outcome yang lebih baik dibandingkan rekan mereka yang tidak engaged—fakta ini berlaku lintas industri, ukuran perusahaan, dan kondisi ekonomi (Boccoli, 2023).

Riset dalam psikologi organisasi menunjukkan bahwa organizational interventions yang tepat dapat secara signifikan meningkatkan workplace satisfaction dan mengurangi employee turnover, terutama melalui program engagement, work-life balance policies, dan career development opportunities (Research.com, 2025). Namun ironinya, hanya 23% karyawan di seluruh dunia yang masuk kategori "engaged," menunjukkan besarnya peluang untuk improvement.

Beberapa pendekatan yang mungkin cukup progresif dan bisa diimplementasikan antara lain:

1. Rotation Program

Menyusun skema rotasi fungsi yang memungkinkan complaint handling officer untuk shifting ke fungsi yang berbeda—mungkin beberapa fungsi yang sebelumnya kita bahas. Posisi kosong yang ditinggalkan menjadi golden chance untuk membentuk ketrampilan dan kekuatan mental para staff baru, lulusan management trainee atau ODP sebelum masuk ke business spotlight 2-3 tahun kemudian. Ibaratnya penting membentuk seorang pembalap rally hebat yang paham seluk beluk dan detail “how it works”, “how to modified” dan “how to resolve the problems” mesin yang ada di bawah kap mobilnya dan bahkan tajamnya tiap kerikil rute yang mereka lalui.

2. Innovation Champion Program

Bentuk forum di mana insight dari complaint handling menjadi salah satu yang dapat ditranslasikan menjadi inisiatif baru perbaikan bisnis proses. Beri mereka platform dan resource untuk menguji ide-ide kreatif mereka, seperti program innovation award internal.

3. Skill-Based Performance Metrics

Perlunya mengubah cara organisasi menilai kontribusi dari sekadar metrik kuantitatif menjadi evaluasi yang lebih holistik. Alih-alih hanya mengukur jumlah kasus yang diselesaikan per hari, organisasi mulai menilai kualitas solusi yang diberikan dan kontribusi dalam perbaikan proses.

Pendekatan ini juga mengakui soft skills yang selama ini sulit diukur namun sangat berharga, seperti kemampuan membangun kepercayaan dengan customer yang marah atau skill mentoring junior staff. Seorang senior officer yang sering diminta memberikan second opinion untuk kasus kompleks atau yang membuat riset alur baru dalam kontribusi pengembangan prosedur layanan berdasarkan pengalamannya, akan diakui kontribusinya dalam kategori "knowledge sharing" dan "strategic thinking".

Dengan demikian, performance review menjadi lebih fair dan mendorong perilaku yang menguntungkan jangka panjang, bukan hanya pencapaian target jangka pendek.

4. Leadership Pipeline Development

Organisasi perlu menciptakan tahapan progresif yang dimulai dari kontributor individual—seperti officer yang menangani kasus kompleks secara mandiri—menuju kepemimpinan tim yang membimbing junior staff dalam menyelesaikan problem kompleks. Contohnya, seorang senior officer di bank yang telah menguasai penanganan dispute transaksi berbasis API yang kompleks dapat diberikan tanggung jawab sebagai mentor untuk sub-tim, kemudian berkembang menjadi team leader yang mengkoordinasikan penyelesaian kasus-kasus strategis yang melibatkan multiple stakeholder dan berdampak pada reputasi bank.

Transisi dari operational expert ke strategic advisor membutuhkan pengembangan kemampuan yang lebih luas dari sekadar technical skill. Misalnya, seorang team leader yang telah mahir menganalisis pola keluhan dapat dikembangkan menjadi strategic advisor yang memberikan rekomendasi kebijakan berdasarkan trend customer pain points. Mereka tidak lagi hanya menyelesaikan masalah individual, tetapi berkontribusi dalam strategic planning—seperti memberikan input untuk pengembangan produk baru berdasarkan feedback patterns, atau merekomendasikan perbaikan sistem yang dapat mencegah keluhan serupa di masa depan.

Dengan demikian, career progression menjadi jelas: dari problem solver individual menjadi team enabler, dan akhirnya menjadi business strategist yang menggunakan insight operasional untuk decision making tingkat organisasi.

5. External Exposure Program

Sering-sering ikut serta di industry conference, regulatory discussion, atau buat focus group discussion client forum. Perspektif dan insight yang didapat dari eksternal seringkali menjadi katalis untuk innovation.

The Learning Mindset & Continuous Evolution

Industri tidak pernah statis—lanskap regulasi berubah, ekspektasi pelanggan berkembang, dan disrupsi teknologi terjadi secara berkelanjutan. Sebagai pelaku di dalamnya, kita harus merangkul pola pikir pembelajaran berkelanjutan yang mencakup tidak hanya peningkatan keahlian teknis, tetapi juga pengembangan kecerdasan emosional dan kemampuan strategic thinking. Setiap kesalahan adalah peluang pembelajaran, setiap interaksi dengan klien adalah study case, dan setiap perubahan regulasi adalah tantangan untuk berkembang.

Yang paling penting adalah perubahan mindset—baik dari individu maupun organisasi. Role sebagai complaint handling officer bukan artinya akhirnya menjadi "batu pondasi", tetapi justru "batu loncatan". Setiap interaksi dengan nasabah yang frustrasi adalah satu sesi masterclass dalam pembelajaran empati, pemecahan masalah, dan stakeholder management.

Seluruh paradigma ini sejalan dengan konsep karier protean dalam literatur akademik, di mana individu mengambil kendali atas pengembangan karier berdasarkan nilai-nilai personal dan manajemen mandiri (Wiernik et al., 2018). Penelitian meta-analisis yang melibatkan 45.288 individu dari 35 negara menunjukkan bahwa orientasi karier proaktif sangat berkorelasi dengan kepuasan karier dan perilaku manajemen karier yang efektif.

Profesional di bidang ini—seperti Bambang diatas—perlu berhenti memandang diri sebagai "korban keadaan" dan mulai memposisikan diri sebagai "guardian of CX". Mereka adalah sistem peringatan dini perusahaan, suara otentik nasabah, dan katalis inovasi yang berpotensi besar—justru dari posisi inilah peluang karier terbesar dapat dimulai.

Perusahaan atau para pelaku bisnis yang berpikiran kedepan sudah mulai menyadari hal ini. Mereka tidak lagi melihat complaint handling sebagai cost center, tetapi sebagai salah satu intelligence center. Tidak lagi sebagai reactive function, tetapi sebagai proactive insights generator.

Dan pada akhirnya, di suatu pagi yang ceria, saya kembali melihat Bambang tersenyum lagi dengan semangat yang menyala .. To the Moon Bambang !! (clint)

Referensi

Boccoli, G. M. (2023). The evolution of employee engagement: Towards a social and contextual construct for balancing individual performance and wellbeing dynamically. International Journal of Management Reviews, 25(2), 234-259.

Research.com. (2025). Organizational psychology careers: 2025 guide to career paths, options & salaries. Retrieved from https://research.com/careers/organizational-psychology-careers

Wiernik, B. M., Kostal, J. W., Dilchert, S., Ones, D. S., Deller, J., & Searle, B. J. (2018). Protean and boundaryless career orientations: A critical review and meta-analysis. Journal of Counseling Psychology, 66(3), 280-307.